TEORI SOSIALISASI
Perilaku
menyimpang ialah perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut
oleh masyarakat atau kelompok. Perilaku menyimpang disebut nonkonformitas.
Perilaku yang tidak menyimpang disebut konformitas, yaitu bentuk interaksi
seseorang yang berusaha bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku
dalam masyarakat. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, tidak semua orang
bertindak berdasarkan norma-norma dan nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat.
Norma dan nilai
bersifat relatif dan mengalami perubahan dan pergeseran. Suatu tindakan di masa
lampau dipandang sebagai penyimpangan, tetapi sekarang hal itu dianggap biasa.
Contoh, dahulu seorang anak apabila diberi nasihat oleh orang tuanya, hanya
menunduk saja. Akan tetapi, anak sekarang ketika berinteraksi dengan orang
tuanya bisa mengemukakan pendapatnya. Begitu pula ketentuan-ketentuan sosial di
dalam suatu masyarakat berbeda, dengan ketentuan-ketentuan sosial di dalam
masyarakat lain. Akibatnya, tindakan yang bagi suatu masyarakat merupakan
penyelewengan, bagi masyarakat merupakan suatu tindakan yang biasa. Umpamanya:
Masyarakat patrilineal tidak membolehkan perkawinan yang masih bersaudara,
tetapi dalam masyarakat lainnya bisa dilaksanakan. Hal itu berarti bahwa norma
dan nilai bersifat relatif.
Perilaku
menyimpang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kehidupan sosial dalam
masyarakat. Pada masyarakat tradisional, proses penyesuaian sangat kuat. Dalam
masyarakat pedesaan, tradisi dipelihara dan dipertahankan. Warga desa cenderung
tidak mempunyai pemikiran lain, kecuali menyesuaikan diri dengan norma-norma
yang berlaku, yaitu berdasarkan ukuran yang telah dijalankan oleh nenek
moyangnya.
Masyarakat
perkotaan mempunyai kecenderungan berupa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
yang ada. Dengan globalisasi, komunikasi, informasi, dan teknologi, masyarakat
kota dimungkinkan melakukan penyimpangan yang lebih besar dibandingkan dengan
masyarakat desa. Hal ini ter adi karena setiap individu kurang saling mengenal
dan kurang adanya interaksi, sehingga mereka tidak tabu urusan orang lain.
Kontrol sosial dalam masyarakat pedesaan tidak dapat diterapkan di masyarakat
perkotaan.
Teori-teori umum tentang penyimpangan berusaha
menjelaskan semua contoh penyimpangan sebanyak mungkin dalam bentuk apapun
(misalnya kejahatan, gangguan mental, bunuh diri dan lain-lain). Berdasarkan
perspektifnya penyimpangan ini dapat digolongkan dalam dua teori utama.
Perpektif patologi sosial menyamakan masyarakat dengan suatu organisme biologis
dan penyimpangan disamakan dengan kesakitan atau patologi dalam organisme itu,
berlawanan dengan model pemikiran medis dari para psikolog dan psikiatris.
Perspektif disorganisasi sosial memberikan pengertian pemyimpangan sebagai
kegagalan fungsi lembaga-lembaga komunitas lokal. Masing-masing pandangan ini
penting bagi tahap perkembangan teoritis dalam mengkaji penyimpangan.
Teori sosiologi atau teori belajar memandang
penyimpangan muncul dari konflik normatif di mana individu dan kelompok belajar
norma-norma yang membolehkan penyimpangan dalam keadaan tertentu. Pembelajaran
itu mungkin tidak kentara, misalnya saat orang belajar bahwa penyimpangan tidak
mendapat hukuman. Tetapi pembelajaran itu bisa juga termasuk mangadopsi
norma-norma dan nilai-nilai yang menetapkan penyimpangan diinginkan atau
dibolehkan dalam keadaan tertentu. Teori Differential Association oleh
Sutherland adalah teori belajar tentang penyimpangan yang paling terkenal.
Walaupun teori ini dimaksudkan memberikan penjelasan umum tentang kejahatan,
dapat juga diaplikasikan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Sebenarnya
setiap teori sosiologis tentang penyimpangan mempunyai asumsi bahwa individu
disosialisasikan untuk menjadi anggota kelompok atau masyarakat secara umum.
Sebagian teori lebih menekankan proses belajar ini daripada teori lainnya,
seperti beberapa teori yang akan dibahas pada Bab berikutnya.
Pandangan dasar teori sosialisasi adalah bahwa penyimpangan sosial
merupakan produk dari proses sosialisasi yang kurang sempurna atau gagal.
Menurut Albert
Bandura dan Richard H. Walters misalnya, anak-anak belajar perilaku menyimpang
dengan mengamati dan meniru orang lain yang memiliki perilaku menyimpang.
Khususnya, mereka mengamati dan meniru orang yang dekat dengannya.
Selanjutnya,
menurut Deborah M. Capaldi dan Gerald M. Peterson, anak-anak yang agresif
umumnya berasal dari keluarga yang orang tuanya terlalu keras dan agresif.
Akibatnya, anak kehilangan teladan pengendalian diri dan mungkin menanggapi
hukuman dengan meningkatkan agresi. Intinya, perilaku menyimpang dihasilkan
oleh proses sosialisasi yang sama dengan perilaku itu.
Sementara itu,
menurut Mark S. Gaylord dan john F. Galliher serta Edwin Sutherland, orang yang
memiliki perilaku menyimpang cenderung memiliki ikatan sosial dengan orang lain
yang memiliki perilaku menyimpang, dimana orang tersebut mengokohkan
norma-norma dan nilai-nilai yang menyimpang. Prinsipnya, setiap kelompok sosial
akan mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kelompoknya kepada anggota-anggota
baru.
Kaum muda pada
umumnya sangat terbuka terhadap norma, perilaku, dan nilai-nilai yang berasal
dari subkultur berbeda, termasuk subkultur perilaku menyimpang. Karena itu,
menurut Ronald R. Akers perilaku teman-teman dekat merupakan sarana yang paling
baik untuk memprediksi apakah perilaku seorang anak muda sesuai dengan norma
yang berlaku ataukah perilaku menyimpang.
Teori ini
menghubungkan penyimpangan dengan ketidak mampuan untuk menghayati nilai dan
norma yang dominan di masya-rakat. Ketidakmampuan mungkin disebabkan oleh
sosialisasi dalam kebudayaan yang menyimpang.
Teori
Sosialisasi menyatakan bahwa seseorang biasanya menghayati nilai-nilai dan
norma-norma dari beberapa orang yang dekat dan cocok dengan dirinya. Jadi,
bagaimanakah seseorang menghayati nilai-nilai dan norma-norma sosial sehingga
dirinya dapat melahirkan perilaku menyimpang…...????? Ada dua penjelasan yang
dapat di kemukakan. Pertama, Kebudayaan khusus yang menyimpang, yaitu apabila
sebagian besar teman seseorang melakukan perilaku menyimpang maka orang itu
mungkin akan berperilaku menyimpang juga. Sebagai contoh, beberapa studydi
Amerika, menunjukkan bahwa di kampung-kampung yang berantakan dan tidak
terorganisir secara baik, perilaku jahat merupakan pola perilaku yang normal
(wajar).
Teori ini
menyatakan bahwa perilaku menyimpang timbul sebagai akibat adanya gangguan
terhadap proses penghayatan atau sosialisasi nilai-nilai atau norma-norma
masyarakat.
Teori sosialisasi dibagi dalam tiga cabang pemikiran, yaitu sebagai
berikut:
a.
Teori
transmisi budaya
Perilaku menyimpang akan muncul jika seseorang melakukan
penghayatan (sosialisasi) tentang nilai atau perilaku dari orang yang dianggap
cocok.
b.
Kebudayaan
khusus yang menyimpang
Apabila sebagian besar anggota masyarakat merupakan pelaku
penyimpangan, maka anggota yang lain pun akan menjadi penyimpang. Perilaku
menyimpang yang dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi suatu kebiasaan
dan menjadi hal yang wajar, dan akhirnya menjadi kebudayaan bagi masyarakat
yang bersangkutan.
c.
Asosiasi
defferensial
Seseorang berperilaku menyimpang apabila pola-pola perbuatan
menyimpang itu lebih wajar atau lebih dihargai dalam lingkungan sosialnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar